Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Syarat Banding dan Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Negeri Terhadap Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase

Hermanto,S.H.,M.H

3/30/20242 min read

man wearing robe bust figurine near black wall
man wearing robe bust figurine near black wall

Permohonan pembatalan putusan arbitrase didasarkan pada 3 (tiga) alasan subtansial: Adanya surat atau dokumen, adanya dokumen yang menentukan yang disembunyikan dan adanya tipu muslihat (Vide: Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS) Penjelasan pasal ini dihapus oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan 15/PUU/XII/2014, seterusnya tafsirannya dianggap sudah jelas sesuai bunyi pasalnya.

Berkaitan dengan hal formil, permohonan pembatalan putusan arbitrase dilakukan oleh para pihak berperkara kepada Pengadilan Negeri agar suatu putusan arbitrase dibatalkan, baik sebagian atau seluruh isi putusan dengan syarat: putusan arbitrase yang hendak dibatalkan tersebut telah didaftarkan ke pengadilan Negeri dan diajukan paling lama 30 hari setelah hari pendaftaran (Vide: Pasal 71 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS).

Selanjutnya hasil Putusan Pengadilan Negeri atas permohonan pembatalan putusan arbitrase dapat dilakukan upaya banding langsung ke Mahkamah Agung sebagaimana Pasal 72 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyatakan: Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir. Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 74 ayat (4) disebutkan : “Yang dimaksud dengan "banding" adalah hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70”.

Dengan demikian syarat banding atas permohonan pembatalan putusan arbitrase hanya dapat diajukan apabila Pengadilan Negeri membatalkan putusan arbitrase. Selainnya, apabila putusan Pengadilan Negeri tidak membatalkan putusan arbitrase maka tidak dapat diajukan upaya banding.

Sejalan dengan itu, sikap Mahkamah Agung rupanya juga cukup tegas dan terang melalui kesepakatan Rapat Pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung yang dilaksanakan pada tanggal 23-26 Oktober 2016 yang menyepakati bahwa: atas putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud tidak dapat diajukan banding maupun peninjauan kembali.

Kesepakatan Kamar Perdata tersebut telah diikuti secara konsisten dengan lahirnya putusan berikutnya, yakni: Putusan No. 929 B/Pdt.Sus-Arbt/2016, kemudian Putusan No. 808 B/Pdt.Sus-Arbt/2016 tanggal 17-Nov-16, 267B/Pdt.Sus-Arbt/2016 tanggal 17-Nov-16, dan terakhir Putusan No. 212B/Pdt.Sus-Arbt/2018 tanggal 08-Mar-18.

Tegasnya, sikap hukum ini telah menjadi Yurisprudensi tetap di Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan kaidah hukum yang berbunyi:

“Putusan Pengadilan Negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase nasional tidak dapat diajukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung. Permohonan banding ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase harus dinyatakan tidak dapat diterima”