Masalah Hukum Penarikan Pihak Ketiga dalam Arbitrase

Hermanto,S.H.,M.H

3/30/20243 min read

red and black number 3 lighten sigange
red and black number 3 lighten sigange

Transaksi keuangan dewasa ini semakin kompleks, berskala luas dan multi-party, tidak lagi hanya melibatkan dua pihak, antara Konsumen dan Pelaku Jasa Keuangan (PUJK), atau antara pelaku bisnis dan pelaku bisnis lainnya, namun dalam praktek, dapat melibatkan pihak ketiga, sementara kontrak utama yang memilih Arbitrase sebagai jalan penyelesaian sengketa hanya ditandatangani oleh dua pihak). Pihak ketiga biasanya muncul ketika kontrak/pekerjaan telah berjalan atau muncul dalam pelaksanaan kontrak atau pekerjaan.

Kemudian ketika terjadi sengketa, di mana salah satu atau kedua belah pihak dalam kontrak utama hendak menggunakan forum Arbitrase dengan menarik pihak ketiga (non-signatories party) yang bukan pihak dalam kontrak utama untuk ikut bertanggungjawab di forum Arbitrase (berarbitrase), merupakan isu hukum yang berdiri sendiri.

Penarikan pihak ketiga untuk berarbitrase berbeda dengan upaya intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu sengketa Arbitrase.

Dalam upaya intervensi, insiatif muncul dari pihak ketiga dalam hal terdapat kepentingannya yang terkait dengan sengketa dan sepanjang memenuhi syarat kumulatif: disetujui oleh para pihak dan disetujui oleh Arbitrer atau Majelis Arbitrer (Vide: Pasal 30 UU No 30/1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa) maka seketika pihak ketiga (non-signatories party) dapat memasuki perkara Arbitrase dan menjadi pihak di dalamnya, baik sebagai pemohon atau termohon intervensi.

Sedangkan menarik ‘paksa’ pihak ketiga untuk berarbitrase atau mentaati forum Arbitrase sebagai jalan penyelesaian sengketa lalu terikat dalam putusan Arbitrase, tidaklah sederhana. Terdapat banyak alasan bagi pihak ketiga untuk enggan berarbitrase, termasuk namun tidak terbatas pada penolakan atas biaya administrasi, honorium Arbitrer, biaya pemeriksaan, khususnya terhadap total kerugian yang disengketakan telah melebih retail & small claim, juga alasan lainnya.

Pasal 1 angka 1 UU No 30/1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Jo. Pasal 8 ayat (3) huruf a angka 3, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 61/POJK.07/2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan, pada pokoknya menyebutkan: “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa

Pasal hukum diatas secara expressis verbis hanya mengikat pada para pihak yang telah menandatangani perjanjian secara tertulis untuk memilih forum Arbitase sebagai jalan penyelesaian sengketa, sebaliknya, tidak ada kewajiban hukum bagi pihak ketiga yang bukan penandatangan/non signatories untuk mengikuti forum Arbitrase tersebut.

Selanjutnya, dalam Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan Nomor 02 tentang Peraturan dan Acara Arbitrase menyebutkan: “Perjanjian Arbitrase dapat juga mengikat kepada pihak ketiga yang tidak menandatangani Perjanjian Arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999…”

Pasal 30 UU No 30/1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa berbunyi: “Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan”

Secara enumeratif kata “dapat” pada pasal-pasal diatas bukan merupakan perintah imperatif atau klausula memaksa pihak non signatories party untuk berarbitrase, sehingga bila terdapat sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang tidak bertandatangan dalam kontrak utama untuk memilih forum Arbitrase sebagai jalan penyelesaian sengketa maka menimbulkan persoalan baru, khususnya bila pihak ketiga yang tidak bertandatangan dalam kontrak utama tersebut tidak mau bersengketa dalam forum Arbitrase.

Menurut hemat kami, UU No 30/1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Jo.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 61/POJK.07/2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan Jo. Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan Nomor 02 tentang Peraturan dan Acara Arbitrase belum dapat mengakomodir kepentingan hukum untuk menarik pertanggungjawaban pihak ketiga yang tidak memiliki perjanjian tertulis dalam memilih forum penyelesaian perselisihan ke dalam forum Arbitrase.

Seterusnya agar mengakomodir semua pihak dan semua kepentingan hukum baik yang bertandatangan maupun yang non signatories maka sengketa demikian hanya dapat diselenggarakan melalui Peradilan Umum sesuai Pasal 2 UU No. 2 Tahun 1984: “Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya dan Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986: Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama”

Semoga bermanfaat.